
Direktur Pengembangan Iklim Usaha dan Kerjasama Internasional LKPP Gusmelinda Rahmi menambahkan, LKPP akan menjadi lead negotiator dengan memperhatikan stakeholder yang akan di negosiasikan. Hal ini memerlukan perhatian seluruh stakeholder di dalam memajukan industri konstruksi. “IU menjadi sesuatu yang sangat penting, Wapres Jusuf Kalla sudah memberikan mandate untuk membuka akses pasar IU CEPA untuk GP tetapi memang didalam scoping struktur dan utilities yang kita fokuskan saat ini adalah konstruksi, jadi kita akan melihat infrastruktur dan utilities mana yang bisa kita buka”, katanya.
Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan terbukanya akses pasar dalam skema FTA-GP akan membuka peluang negosiasi, memperluas pasar, meningkatkan kompetisi serta efisiensi, dan mengurangi korupsi serta menjadi daya tarik bagi jasa kontruksi asing. Untuk itu perlu peran aktif dalam meningkatkan kekuatan pertahanan industri konstruksi tanah air di pasar nasional dan menuju pasar internasional. Syarif menyampaikan bahwa Indonesia merupakan pasar konstruksi terbesar di Regional ASEAN, sehingga sudah seharusnya pemerintah menjaga pasar agar tidak menjadi penonton di rumah sendiri. Maka peningkatan daya saing penyedia jasa konstruksi Indonesia mutlak diperlukan, baik kapasitas, kompetensi maupun produktivitasnya.
“Kita memerlukan jalan keluar dengan melihat bagaimana kesiapan serta optimalisasi kita dari segi sumber daya manusia, material, dan teknologi dalam menghadapi market akses FTA-GP. “ ujarnya
Di sisi lain, Perjanjian IU-CEPA (Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economics Partnership Agreement) akan memperbesar pasar government procurement, dimana daya saing di sektor konstruksi pertumbuhannya relatif stabil dibandingkan pertumbuhan yang lain. Ini merupakan features yang membuat negara lain tertarik untuk masuk.
Kita harus memiliki roadmap untuk mencapai level applying field yang sama, tanpa peta kita akan selamanya tidak siap, (karena) siap tidak siap akan selalu bilang tidak siap. Kita juga membutuhkan kedisiplinan dan ketekunan dalam melaksanakan policy adjustment matrix itu sendiri”, ujar Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Affandi.
Sementara itu, hasil survey Kesiapan Penyedia Dalam Negeri dalam Kerangka Kerjasama Internasional di Sektor Konstruksi yang dilakukan LKPP selama 2018 memperlihatkan data yang cukup menggembirakan bahwa penyedia lokal sebenarnya mempunyai peluang untuk melakukan penetrasi ke pasar internasional di negara mitra.
Secara singkat dalam survey tersebut terdapat tiga temuan penting yaitu: Pertama, Tingkat kesiapan penyedia dalam negeri dalam kerangka kerjasama internasional dibidang PBJP tahun 2018 secara umum adalah sebesar 3.13%. Kedua, Terjadi kenaikan tingkat kesiapan penyedia sebesar 0.78% dibandingkan tingkat kesiapan penyedia di tahun 2017. Ketiga, Meskipun ada kenaikan tingkat kesiapan penyedia dari 2017 ke 2018 namun masih tergolong rendah. Hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak agar penyedia dalam negeri dapat siap dan berpartisipasi aktif dapat menghadapi pembukaan akses pasar PBJP di dunia Internasional.
Diharapkan, pelaku usaha dalam negeri dapat berpartisipasi aktif dalam kerjasama perdagangan internasional baik secara bilateral, multilateral, maupun regional guna meningkatkan perekonomian Indonesia khususnya pada sektor konstruksi. (anr)
Sumber: http://www.lkpp.go.id/