Peraturan LKPP Nomor 29/2018 Atur Pemilihan Badan Usaha Proyek Solicited

LKPP menyempurnakan peraturan pemilihan badan usaha dalam konteks proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) melalui penerbitan Peraturan LKPP Nomor 29 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Penyediaan Infrastruktur melalui KPBU atas Prakarsa Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Khusus LKPP GAA Diah Ambarawaty mengungkapkan bahwa penerbitan peraturan ini mempertimbangkan adanya perbedaan ataranya pelaksanaan proyek KPBU solicited  (diprakarsai pemerintah) dan unsolicited (tidak diprakarsai pemerintah).

“Selanjutnya, kami merasa masih memerlukan kajian yang sifatnya lebih mendalam terkait (peraturan pengadaan) badan penyiapan,” ujar Diah saat menjadi pemateri pada acara Sosialisasi Peraturan LKPP Nomor 29 Tahun 2018, Senin (26/11),  di Jakarta.

Menurutnya, pemberlakuan Peraturan LKPP 29/2018 ini pun sekaligus menjadi dasar dalam pemisahan pengaturan pelaksanaan proyek KPBU. Artinya, peraturan LKPP 29/2018 menjadi rujukan dalam pelaksanaan pengadaan badan usaha pelaksana proyek solicited, sedangkan Peraturan Kepala LKPP Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerja Sama dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dijadikan acuan dalam pelaksanaan pengadaan badan usaha proyek unsolicited dan pengadaan badan penyiapan.

Diah pun mengungkapkan bahwa Peraturan LKPP 29/2018 juga mengakomodasi perubahan persyaratan kualifikasi yang lebih ringan dibandingkan dengan Perka LKPP 19/2015. Pasalnya, klausul mengenai persyaratan dalam hal kemampuan pembiayaan dan pelaksanaan tidak lagi diikat untuk pengalaman di proyek KPBU saja, melainkan telah diturunkan menjadi pengalaman dalam penyediaan infrastruktur sejenis.

Diah menyadari bahwa belum banyak badan usaha di Indonesia, terutama badan usaha lokal, yang memiliki pengalaman dalam penyediaan proyek KPBU. Dengan menurunkan persyaratan kualifikasi ini, badan usaha nasional maupun investor  memiliki kesempatan yang lebih besar untuk terlibat dalam pelaksanaan proyek KPBU.

“Oleh karena itu, pagarnya ini kita turunkan yang mana kemudian ini menjadi persyaratan bahwa miliki pengalaman dan kemampuan dalam penyediaan infrastruktur sejenis. […] Jadi, kita harapkan dengan menurunkan sedikit pagar ini bisa memberikan kesempatan yang lebih luas kepada badan usaha nasional maupun investor dalam negeri,” ujarnya.

Sementara itu, penyempurnaan aturan juga dilakukan dalam hal  penetapan tahapan-tahapan pengadaan. Dalam proses penyiapan pengadaan, misalnya,  Diah mengungkapkan bahwa panitia pengadaan dapat membuat pemberitahuan informasi awal  (preliminary notice) kepada badan usaha sebelum melanjutkan tahap penyusunan jadwal  pengadaan dan rancangan pengumuman. Adapun penyempurnaan tahapan pengadaan—yang umumnya berupa penambahan tahapan—ini juga berlaku dalam proses prakualifikasi, pelelangan satu tahap, pelelangan dua tahap, maupun penunjukan langsung.

Diah pun menekankan adanya ketentuan peralihan dalam pemberlakuan beleid terbaru ini. Pelaksanaan proyek yang—tahapan prakualifikasinya telah selesai sebelum diundangkannya Peraturan Lembaga 29/2018 dan dokumen permintaan proposal (Request for Proposal (RfP)) diterbitkan sebelum, sedang berproses, atau setelah diundangkannya Peraturan  Lembaga 29/2018—mengacu sepenuhnya pada Peraturan Kepala LKPP 19/2018. Adapun proyek yang tahapan prakualifikasi masih berproses pada saat diundangkannya Peraturan LKPP 19/2018 tetap dilanjutkan dengan mengacu Perka LKPP 19/2018, tetapi pelaksanaan pemilihan atau penerbitan RfP-nya berdasar pada Peraturan LKPP 29/2018.

“Nah, untuk proyek yang pada saat diundangkan (Peraturan LKPP 29/2018) belum memulai proses PQ (praqualification) maupun penerbitan RfP, maka ini mengikuti ketentuan yang baru,” pungkas Diah. (eng)

Sumber: http://www.lkpp.go.id/