Kepala LKPP Ajak DPD RI Mendorong Katalog Lokal

Kebijakan Pengadaan  Barang/Jasa Pemerintah Agus Prabowo mengajak Komisi II DPD RI untuk mendorong pemerintah daerah mengembangkan katalog lokal. “DPD RI bisa membantu LKPP “memaksa” kepala daerah untuk mereformasi pengadaan barang/jasa pemerintah dengan mengembangkan katalog lokal.” Kata Agus saat menerima kunjungan DPD RI Komisi II, Senin (03/09) di kantor LKPP di Jakarta.

Dorongan DPD RI dibutuhkan karena LKPP tidak memiliki daya paksa untuk mengimplementasikan katalog lokal di daerah. Ia mengatakan, tugas LKPP hanya sebatas “enabler” bagi daerah yang ingin mereformasi pengadaan barang/jasa menjadi lebih transparan, mudah dan efisien. Kendati demikian, sudah ada 10 pemerintah daerah yang telah memproses katalog di daerah masing-masing, di luar dua kementerian untuk katalog sektoral.

Agus menambahkan, tujuan pembuatan katalog lokal adalah upaya LKPP dalam membangun e-marketplace pengadaan barang/jasa pemerintah. Diharapkan, nantinya akan banyak komoditas lokal yang tercantum dalam sistem katalog dan dapat dibeli oleh pemerintah daerah lainnya dan dampaknya dapat meningkatkan perekonomian nasional. Adapun total total keseluruhan produk yang telah ditayangkan sebanyak 113.804 dengan nilai transaksi 38,4 triliun per 3 September 2018.

Senada dengan Agus, Ketua Komite II DPD RI Aji Mriza mengatakan, sistem e-katalog LKPP dapat membantu pelaku usaha di daerah untuk memasarkan produknya. “Banyak daerah memiliki produk-produk yang belum terpasarkan dengan baik. Adanya e-katalo g dianggap sebagai solusi karena dapat menampilkan seluruh katogori produk di skala nasional.” Katanya.

Dibandingkan dengan tender, pengadaan e-purchasing melalui media e-katalog lebih memiliki banyak keuntungan, misalnya efiensi waktu dan tenaga, transparansi harga dan informasi penyedia, pemilihan produk yang tidak mengacu pada harga terendah, dan kebebasan pemerintah dalam memilih produk sesuai dengan kebutuhan. Sementara melalui pengembangan e-katalog lokal, pemerintah daerah dapat memperkuat basis pasar pengusaha lokal. Saat ini produk maupun jasa yang dapat dikatalogkan memang terbatas pada produk terstandar atau yang dapat dinilai berdasarkan satuan tertentu.

Dalam hal kegiatan katalogisasi, LKPP akan memproses berdasarkan usulan K/L/PD yang ditindaklanjuti dalam bentuk penayangan undangan dan penerimaan dokumen penawaran dari seluruh penyedia. Kebijakan soal pengusulan ini didasarkan atas hasil audit BPK yang menyatakan bahwa jumlah transaksi produk yang bukan berdasarkan usulan hanya sebesar 12-15 % saja. Di sisi lain, pemasukan penawaran oleh penyedia tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu, melainkan harus menunggu waktu pembukaan penawaran.

RUU Pengadaan

Dalam kesempatan tersebut, Agus juga menyampaiakn pesan aar kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah mempunyai payung hukum tersendiri. Karena menurutnya, selama ini pengadaa pemerinta mesih mengikuti rezim undang-undang keuangan negara. Adanya payung hukum tersendiri tersebut dapat mengatur pengadaan barang/jasa secara kuat dan tegas.

“Ketika negara membelanjakan uangnya sebagian berupa barang dan jasa, maka Perpresnya di situ. Ini tidak ideal, di negara maju sudah ada undang-undang sendiri. Upaya membentuk undang-undang sebenarnya sudah ada sejak 2010. Sudah ada prolegnas, sudah ada draft, tetapi pemerintah belum sepakat, terutama siapa yang diatur. Kemudian layu sebelum berkembang,” ucap Agus. (mg1/eng/fan)

Sumber: http://www.lkpp.go.id/