Surabaya (17/10) – Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menggelar lokakarya barang/jasa internasional bertema “Training on Addresing Corruption Risks in Public Procurement” selama tiga hari (17-19/10) di Surabaya. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara LKPP dan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan dibuka oleh Kepala LKPP Agus Prabowo.
Dalam kesempatan tersebut Agus mengatakan kegiatan ini adalah salah satu cara pemerintah untuk belajar memperbaiki sistem pencegahan korupsi pengadaan barang/jasa pemerintah. “Karena yang namanya korupsi pengadaan itu adalah isu global. Semua negara mengalaminya, tidak hanya di Indonesia saja. Ini perang bersama, kita mengikuti arus internasional untuk memperbaiki sistem pengadaan. Jika tidak diikuti, maka akan ketinggalan. ” kata Agus.
Menurut Agus, korupsi terjadi karena dua hal yaitu adanya niat dan kesempatan. Dalam konteks pengadaan barang/jasa pemerintah, upaya yang dilakukan oleh LKPP adalah dengan cara mempersempit kesempatan melalui reformasi pengadaan. “Cara yang dilakukan adalah dengan memperbaiki regulasi, memperbaiki sumber daya manusianya, menggunakan TI. Semua arahnya kesana.” tekan Agus.
Lebih lanjut Agus mengatakan, reformasi pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh LKPP telah berhasil mempersempit ruang korupsi. Ia menyebutkan, pada mulanya, korupsi pengadaan barang/jasa dilakukan oleh eksekutor pengadaan dengan modus mark up, kongkalikong dan suap. Namun semenjak diberlakukannya e-procurement, pola itu sudah banyak berkurang.
Pelaksanaan sistem e-procurement mengharuskan seluruh K/L/D/I untuk mengumumkan seluruh rencana pengadaan barang/jasa melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) dan melakukan proses lelang melalui layanan pengadaan secara elektronik (LPSE). Sementara untuk menekan penyimpangan dalam proses lelang, LKPP mengembangkan sistem e-katalog. Melalui sistem e-katalog, pemerintah dapat langsung membeli barang/jasa sesuai kebutuhan.
Masyarakat dapat memantau semua proses e-procurement secara aktif melalui internet, sehingga apabila terjadi penyimpangan, maka akan dapat diketahui secara cepat. E-katalog memuat harga dan spesifikasi secara transparan di internet.
Melalui sistem aplikasi yang mempermudah kontrol secara langsung, masyarakat diajak turut serta dalam mengawasi dan terlibat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah secara konsisten. “Pola ini kita sebut crowd control. Dimana masyarakat dapat terlibat aktif dalam mengawasi dan melaporkan apabila terjadi penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Dan hal ini sudah terjadi.” Kata Agus.
Di sisi lain, tantangan LKPP dalam mewujudkan reformasi pengadaan barang/jasa adalah melalui pembenahan ekosistem pengadaan. Ia menyebutkan, perbaikan ekosistem pengadaan bisa dilakukan melalui sejumlah komponen, diantarannya adalah sistem perencanaan, sistem penganggaran, organisasi, sistem pembayaran, sistem perbaikan dan audit.
Di kesempatan yang sama, perwakilan UNODC Constantine Palicarsky, menjelaskan bahwa pada The United Nations Convention Against Corruption yang dihadiri oleh 183 negara, disepakati bahwa pengadaan adalah hal yang sangat penting, dan peningkatan integritas sangat diperlukan untuk mendukung pengadaan yang efektif. Korupsi adalah salah satu ancaman terbesar bagi efektivitas organisasi.
Lokakarya ini menghadirkan pembicara dari LKPP, UNODC dan BPKP, serta diikuti oleh para pemangku kepentingan yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa dari Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, BPK, BPKP, Kejati, Inspektorat dan ULP Kementerian dan Pemerintah Daerah.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengenal secara dini tindakan yang berpotensi korupsi, agar dengan mudah dapat kita antisipasi sejak dini. Selama tiga hari para peserta akan memfokuskan kegiatan untuk mengidentifikasi risiko korupsi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah serta langkah-langkah penanganannya. Peserta selanjutnya akan menyusun prioritas risiko yang paling mendesak untuk dilakukan serta mengembangkan rencana aksi yang realistis dan praktis untuk menindaklanjuti prioritas risiko korupsi. (frz/fan)
Sumber : http://www.lkpp.go.id/